Ditta Widya Utama/Ilustrator Deni Darmawan |
“Writer’s block (WB) ibarat virus yang bisa menyerang penulis ketika ada tema yang baru, stres, lelah fisik dan terlalu perfeksionis” ungkap Ditta Widya Utami yang didapuk menjadi narasumber Komunitas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) angkata ke-28 melalui whatsapp group pada Senin (23/1/2023) dengan judul “Mengatasi Writer’s block”
Ditta,
dulunya juga seorang peserta pelatihan KBMN angkatan ke-7. Ia mengikuti
pelatihan menulis ketika awal pandemi menyapa. Namun, prestasinya yang
mentereng didaulat menjadi narasumber yang siap memberikan motivasi dan
inspirasi kepada seluruh peserta se-nusantara agar bisa mengatasi kebuntuan dan
kemandekan menulis.
Bahkan,
Ditta menerima tantangan Prof. Ekoji untuk menulis buku mayor. Dari sembilan
peserta, hanya buku Ditta yang dipilih editor untuk diterbitkan di penerbit
mayor. Senangnya bukan main.
Ditta pun
ingin berbagi prosesnya sampai pada detik ini, ia menjadi penulis. Prosesnya
tidak instan, butuh perjuangan dan jam terbang. Kerap kali WB menyerangnya
tatkala begitu banyak kesibukan yang ia lakoni sebagai guru.
Sejak
kecil, Dita sudah suka membaca buku cerita. Bahkan, ia juga senang menulis
ketika duduk di sekolah dasar (SD). Setelah itu, menulis sudah menjadi hobi. Keseharian
sewaktu sekolah dulu, suka menulis di buku diary. Ketika beranjak SMP, Ditta
mulai memberanikan diri untuk mengirim karya tulisnya ke mading sekolah.
Bahkan, teman-temannya suka membaca tulisan Ditta dibuku diary.
Gurunya
saat itu pun memberi arahan, agar menulis buku diary dengan menggunakan bahasa
Inggris. Walaupun tulisan grammar-nya karut-marut, ia tetap menulis. Ketika
beranjak SMA, Ditta terus menulis buku diary. Banyak komentar dari
teman-temannya saat itu, ketika membaca buku diary-nya seperti membaca novel.
Bagi Ditta,
menulis itu bukan saja bermanfaat untuk karir, pekerjaan dan tugas-tugas lainnya,
tapi juga untuk self healing yang baik. Ia kerap kali menuangkan segala
emosinya dalam sebuah catatan di buku diary-nya. Maklum, remaja kadang labil
dan emosi tak terkendali.
Dari
beberapa kisah, bahkan beberapa psikolog, bahwa menulis menjadi salah satu cara
untuk mengatasi depresi dan stres bagi pasien. Menuangan segala kegundahan
dalam bentuk tulisan akan bikin plong dan lega.
Ditta juga
berbagi pengalamannya, waktu saat kuliah ia dan teman-teman mengikuti lomba
kreativitas mahasiswa di jurusan. Ia pun menang juara dua. Pernah juga,
mendapat 40 juta dari hibah untuk Asosiasi Profesi Guru karena proposalnya
diterima pada tahun 2009-2010.
Semangat
menulisnya semakin membuncah, ketika ia harus membuat resume pelatihan menulis
yang disampaikan oleh narasumber hebat besutan Dr. Wijaya Kusumah (Om Jay).
Sebagai
makhluk berbahasa dan berbudaya, manusia tidak akan terlepas dari aktivitas
menulis. Aktivitas menulis itu sangat luas dan beragama jenisnya. Seperti yang sudah
Ditta ceritakan sewaktu awal menulis. Seseorang itu bisa saja memulai dengan
menulis buku diary, buku fiksi dan non fiksi, artikel ilmiah dan populer,
resume dan sebagainya.
Profesi
penulis pun kini makin beragam. Mulai dari novelis, cerpenis, kolomnis,
wartawan, jurnalis, blogger, bahkan sampai copywriter yang menulis
tentang produk agar laku dipasaran. Content creator yaitu penulis
website, ada juga script writer yang menulis naskah film, berita, drama,
dan sebagainya. Muncul lagi istilah ghost writer, technical writer,
UX writer dan lain sebagainya.
Tips
Mengenali dan Mengatasi Writer’s Block
Seorang penulis,
siapapun dia, berbagai profesi, kalangan,atau siapapun yang ingin terjun ke
dunia kepenulisan, semua bisa terserang virus writer’s block. Dalam
hitungan detik, menit, hari, minggu, buan, bahkan tahunan bisa menyerang
seorang penulis kapan saja hingga tak lagi produktif dan mengikis kemampuan
menulisnya, baik disadari atau tidak.
Perlu
diketahui, bahwa writer’s block (WB) sudah diperkenalkan tahun 1940-an oleh
Edmund Bergler, seorang psikoanalisis di Amerika. Oleh sebab itu, Ditta menyebut
sebagai “virus” yang sesekali bisa aktif yang bisa menyerang siapapun bila
kondisinya memungkinkan.
Jika WB
diibaratkan penyakit, maka bisa disembuhkan selama kita tahu dan mengenali faktor-faktor
apa saja yang menjadi penyebabnya. Ditta pun ingin berbagi kepada peserta tentang
WB dan bagaimana cara mengatasinya.
WB akan
datang ketika seorang penulis ingin mencoba mengganti topik baru dan berbeda ketika
proses menulis sudah berjalan. Hal ini sebenarnya bis menjadi penyebab sekaligus
menjadi obat untu WB.
Ditta pun
memberikan contoh. Ketika ada orang yang menulis cerpen, novel atau puisi,
namun tiba-tiba berubah harus menulis Karya Tulis Ilmiah yang memiliki karakter,
struktur, dan metode yang berbeda. Perubahan ini harus bisa disesuaikan, jika
tidak maka virus WB akan menyerang kita. Kita bisa mandek dan buntu dalam
menulis fiksi sebelumnya.
WB juga
bisa datang ketika kita mengalami stres. Tekanan demi tekanan yang bertubi-tubi
akan berdampak kepada psikis dan batin kita. Konflik hingga berujung ketegangan
akan mengalami stres. Pikiran tidak bisa plong dan tidak mendapatkan ide untuk
melanjutkan tulisan kita.
Ditta pun melanjutkan,
bahwa WB juga akan datang menyerang kita ketika fisik dan mental sudah lelah.
Bahkan, kelelahan ini pun akan memicu stres. Jika sudah sampai pada kondisi demikian,
maka kita akan mengalami kebuntuan dan kemandekan alias kena WB.
Ditta pun
memberikan saran, untuk mencoba melakukan hal baru dalam menulis. Hal-hal baru yang
berbeda sebelumnya akan memberikan rasa yang menyenangkan. Setiap orang bisa
memilih hal-hal baru itu. Ada yang memilih rehat sejenak, melakukan refresing,
memanjakan diri dengan hal-hal yang membahagiakan, atau hal lainnya yang bisa
membangkitkan motivasi untuk melanjutkan tulisan kita yang belum rampung.
Ditta juga
menyarankan agar membaca buku-buku yang ringan untuk cemilan otak dan vitamin literasi.
Dengan membaca buku yang ringan, maka akan menambah kosa kata Kita dan ide bisa
muncul dalam benak kita dan WB pun bisa teratasi. Jika kita belum mampu
mengekspresikan Ide dan gagasan, maka WB pun akan terus datang menghampiri
hingga tidak produktif lagi.
Selain faktor-faktor
diatas, terlalu perfeksionis juga salah satu faktor yang menyebabkan WB datang.
Jika sedari awal sudah mau perfeksionis, dengan memikirkan kaidah penulisan, ejaan,
dan hal-hal lainnya agar sempurna diawal, maka WB akan datang dan tulisan kita
tidak akan rampung.
Ditta pun
memberi saran agar menulis bebas (free writing). Tulislah ide dan
gagasan kita sebebas mungkin, jangan dulu menuntut sempurna. Editor akan
menyempurnakan tulisan kita. Jadi, tenang saja, jangan memikirkan dulu ejaan,
typo, koherensi, dan sebagainya.
Menulis bebas
saja dulu, sampai rampung. Tulisan yang buruk tapi rampung lebih baik, daripada
tulisan tidak selesai-selesai. Free writing adalah salah satu mengatasi WB agar
tulisan kita bisa rampung dan jangan terlalu perfeksionis diawal-awal menulis.
Ditta pun
memberikan closing statement “It doesn't matter how brilliant is your brain.
If u do not speak up, it would be zero." Tuangkan pemikiran kita
berupa ide dan gagasan , perasaaan-perasaaan kita agar menjadi lebih bermakna.
10 $type={blogger}
Write $type={blogger}Wahh... Keren tulisannya, Pak Dosen. Karikatur bu Ditta jg cakep.. hehe..
ReplyKeren pokoknya, makasih sudah membuat resume dan karikaturnya 😊🙏🏻
ReplyMantap...keren sekali tulisannya terutama bagi saya yang meresume masih dg gaya copas ala kuliah 😆😆
ReplyMasya Allah ....ini mah luar biasa. Inspiratif cara penulisannya.....
ReplyStiker bu Ditta nanti akan saya perbaiki
ReplyBu Ina, practice make perfects
ReplyBu Khusnul, merangkai kata penuh makna
ReplyBu Rali, you"re amazing
ReplyCakeep pak tulisannya.. Ringan bahasanya dan jelas alurnya.. 👍👍💪💪
Reply